Maukah Kau Menikah Dengan.....?

Tentang wanita-wanita dan keputusan hidupnya, kadang memang hal yang complicated tapi berbanding lurus kadang juga bisa dikategorikan interesting. Aku terlahir sebagai wanita, physically, and mentally. Bukan semacam wanita "jadi-jadian" yang terbiasa menjadi pelarian saat Kantip datang. I'm a woman, truly.

Di usiaku yang sekarang, aku juga tidak bisa memberi label pada jenis apa aku berdiam. Child? tentu bukan. Teenagers?  masa itu sudah aku lewati. Adult? hey...I'm not married!  Jadi...what am I?  Yah, setidaknya aku masih manusia berjenis kelamin wanita, penyuka pria, setidaknya I'm normal. Teman-temanku sering berkata, "Kita wanita" bukan gadis, bukan cewek, kita wanita. Dewasa. Mature. Dalam hal ini, aku setuju dengan anggapan "mature", kan tidak berarti harus sudah menikah, berkarir cemerlang, atau apalah itu. Menurutku, mature muncul dari pola pikir, dan behavior seseorang. Dan somehow, dari cara orang tersebut mengambil keputusan dalam hidup.

In line with that, kadang keputusan-keputusan seorang wanita mengalami ketidak-relevan-an dengan wanita lain. Penentuan pilihan hidup, juga kadang menjadi sebuah pembeda satu wanita dengan yang lainnya. Contoh paling sederhana, namun yah...lagi-lagi complicated adalah tentang Pernikahan. Ilustrasinya seperti ini:

Wanita 1
Jaman sekarang nikah muda? No way! Big NO! Yang bener, jadi wanita sekarang harus berkarir dulu. Di kotaku, banyak wanita yang sudah mencapai angka 30 untuk usianya tapi masih single happy, bukan karna nggak laku, tapi karna mereka ingin berkarir, menata masa depan, berpenghasilan dan mapan, setidaknya untuk diri sendiri. Bayangkan jika kita, para wanita, masih muda, seumur 20an, belum berpengalaman hidup, tidak bekerja, tidak membuat pundi rupiah untuk peti harta kita sendiri, mau jadi apa? Anggap saja kita menikah pada kondisi seperti itu, lalu punya anak. Suatu hari ketika gaji suami kita hanya cukup untuk mengenyangkan perut dan membayar tagihan-tagihan bulanan rumah, juga cicilan kendaraan yang mengepulkan asap kenalpot,  disaat yang sama kita ingin punya label bermerk di baju kita, membuat jemari berkilau dengan permata, lalu bagaimana? Bukankah lebih baik kita bisa menghidupi diri kita sendiri? 
Andaikan kita sudah mampu memberikan suami-suami kita keturunan mereka, lalu gaji mereka hanya cukup untuk mengepulkan dapur, untuk membetulkan pipa atau merenovasi genteng yang bocor, atau sedikit demi sedikit membayar cicilan rumah, saat itu juga sudah tiba masa sekolah anak-anak, bukankah lebih baik kita, para wanita bisa menyumbang sedikit rupiah dari kantong kita untuk menyekolahkan? Bisa jadi dengan gaji yang hanya sebegitu, suami-suami kita hanya mampu menyekolahkan "seadanya", hey...jaman terus berubah, biaya sekolah semakin bertambah! 
Bukankah akan miris jika kita tidak bisa membelikan mainan selayak teman-temannya disekolah, membawakan bekal lebih sehat dari teman sebangkunya, membelikan alat tulis high quality untuknya menuntut ilmu? 
jadi...bukankah wanita lebih baik bekerja? Tidak menggantungkan diri pada suami. Bahkan survey telah membuktikan, alasan perceraian nomor 1 adalah karna "Ekonomi".



Wanita 2
Bagi wanita, menikah itu..paling pas umur 20an. Lalu punya anak, saat anak kita mulai besar, kita juga masih terbilang belum tua. Ya..belum tua, setidaknya pada usia mereka memasuki bangku kuliah, kita masih menjadi orang tua yang masih cukup kuat untuk bekerja, mencari nafkah untuk anak-anak kita. Bukankah kita ingin menjadi masih mampu hingga anak-anak kita mendapat gelar Magister atau Doktor?   Bayangkan jika kita, para wanita, menikah di penghujung 20an menjelang atau bahkan melewati 30 tahun. saat kita menua, anak-anak kita masih terbilang balita, dan saat itu pula, kita sudah ringkih. Untuk berjalan kesana kemari saja rasanya sudah pegal disana sini.  Kerepotan mengerjakan pekerjaan rumah, sedangkan anak masih belum mampu diserahi tanggung jawab yang sebegitu besar. 
Bayangkan jika kita, para wanita, menikah diusia yang tidak lagi muda. Masa-masa bersama keluarga akan lebih sedikit. Pun begitu dengan masa bersama suami. Tolong jangan lupakan kita ini wanita yang jika tidak pandai merawat diri, akan mudah ditinggalkan oleh suami-suami kita.
Menikah sajalah kalian para wanita.


Wanita 3
Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi pada tubuh kita. Sakit, Mati, semua kan rahasia Tuhan. Sepertiku, menikah dipertengahan usia 20 dan 30, lalu bertahun-tahun menanti hadirnya buah hati. Coba andaikan, saat kita menikah, lalu Tuhan tidak segera memberi kita anak. Dia ingin kita menunggu 5 atau 10 tahun lagi, lalu kita sudah umur berapa? Atau jika kita, para wanita menikah di usia yang kita anggap matang, benar-benar matang. Tolong ingat, kita punya usia rawan untuk mengandung, apa jadinya bila seseuatu yang buruk terjadi pada kita saat kita mengandung diusia rawan? Tuhan bisa saja berkehendak, tapi bukankah lebih baik kita menjaga agar tidak terjadi hal buruk? Bukankah kita ingin hidup kita lengkap? Pernikahan kita lengkap? Lalu mengapa harus menunggu sekian lama untuk menikah?
Lihatlah wanita-wanita disana yang menunda pernikahan mereka, terlalu lelah mengejar karir hingga rahim mereka tidak lagi mau bekerja sebagaimana mestinya. Bukankah mereka menyesal? Lalu apa gunanya lembaran-lembaran rupiah itu jika keluargamu tak lengkap?
Atau wanita di ujung sana, terlalu lelah mengejar impian bermewah-mewah, hingga usianya tidak lagi terbilang masih ranum. Tidak sadarkah bahwa sebagian besar pria ingin seorang yang masih belia? Masih mampu melayani dan memenuhi kodrat seorang istri. Hey, kita para wanita punya masa menopause lho.


Wanita 4
Lebih baik bersenang-senang saja dulu. Menikah mengekang kebebasan kita, para wanita. Masa muda itu bukan untuk menikah, tapi untuk having fun, be free! Memang apa sih yang kau harapkan dari sebuah pernikahan denga keharusan mengurus suami, menata meja makan tiap malam, memastikan air telah jadi suam kuku untuk suami mandi, mencuci popok bau ompol, menggodok botol-botol susu agar tetap steril. Bahkan untuk sekedar hang out pun harus sambil mendorong stroller dan membawa tas besar berisi baju ganti, pampers, termos kecil, dan pernak pernik bayi lainnya. 
Kau akan merindukan masa-masa kongkow bersama teman-teman, meskipun hanya untuk sekedar menyesap secangkir cappucino murah, atau jagung bakar di salah satu sisi alun-alun kota. Masa-masa itu tidak akan kau dapatkan dalam pernikahan. Bukankah kau akan iri saat melihat tawa teman-temanmu yang masih bisa berkumpul bersama, menceritakan pekerjaan mereka, tempat-tempat wisata yang mereka kunjungi, atau liburan menyenangkan untuk jiwa-jiwa mandiri mereka. It's hurt. 
Lebih baik puaskan hasrat mudamu saja dulu. kenali banyak pribadi dalam balutan jas, gaun, atau celana belel di pojok sana, siapa tau mereka semua mengasyikkan. Paling tidak, mereka tidak akan mengendus bau ompol yang menempel dipakaianmu. Kita, para wanita, bukankah ingin mengunjungi tiap pelosok daerah yang biasanya hanya kita lihat lewat National Goegraphic? Mencicipi makanan dari seluruh penjuru negeri? Melakukan hal-hal gila beresiko dan memacu adrenalin? Atau sekedar berlama-lama di salon dan berendam dalam bathub? Manjakan dirimu. Kau hidup untuk bahagia kan? Jadi, bahagiakan saja dulu jiwamu itu.


Yah...setidaknya penggalan-penggalan buah pikiran diatas mewakili pemikiran beberapa wanita di bumi ini. Tentang pernikahan. Jangan tanyakan padaku. Aku makhluk Tuhan yang juga masih belum punya jawaban atas pertanyaan tentang makna menikah, atau bagaimana aku memantapkan hati untuk menikah. Seseorang mengatakan, "Menikah itu membuka gerbang masalah baru." aku sih setuju. Bayar listrik, cicilan rumah, pipa yang bocor, tagihan-tagihan yang tidak kunjung usai, biaya sekolah, rumah sakit, dan hal-hal rumit lainnya. Tapi, masih berbanding lurus dengan itu, "Menikah itu membuka gerbang kebahagiaan." bukankah iya? Hidup bersama orang yang kita kasihi, berbagi segalanya, saling rangkul dalam satu atap, mempunyai malaikat kecil yang menangis tiap malam, bukankah kita senang melihat bayi orang lain? Itu berarti kita akan lebih bahagia jika memiliki bayi kita sendiri kan?
Jadi....menikah sajalah, jika kita, para wanita merasa SIAP. That's the point. Masalah-masalah pernikahan muncul karena kita, para wanita merasa tidak siap atas pernikahan itu, merasa pernikahan yang ada bukan sesuatu yang mereka impikan. Hey, life like fairytale IS a fairytale! hidup sempurna itu hanya dalam dongeng, nyatanya? Tanpa menikahpun kita banyak menemui kesulitan kan?
Buatku, aku akan menikah, entah dengan siapa. Tapi urusan dengan siapa, kapan, dimana, dan bagaimana itu urusan Tuhan. Ya kan? :)


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 Response to "Maukah Kau Menikah Dengan.....?"

Post a Comment