Sembilan

0 comments
Bisakah kita kembali ke 9 tahun lalu?
Saat aku masih berangka belasan...dan kamu belum bertumbuh...
Saat dimana kita meributkan hal-hal kecil juga meneriakkan ejekan menyebalkan
Saat kamu mengendarai motor pertamamu atau aku dengan handphone pertamaku
atau kamera pertamaku yg menangkap sosokmu, tertawa
Tawamu...masih sama....

Andai saja aku punya tiga permintaan seperti dongengmu malam itu
Aku akan meminta untuk bisa kembali ke 9 tahun kemarin
Menatar tingkahku, juga semua yg terlontar dari mulutku, for sure!
Aku akan mengurangi satu hari dimana kita saling berteriak mengejek satu sama lain
menggantinya dengan teriakan "Aku mencintaimu..."
bahkan sebelum kamu yang menyadarinya, menyadari maknaku...

Bisakah 9 tahun yang lalu itu dikembalikan?
Bukannya aku tau apa lagi yang aku inginkan di tahun itu
Aku hanya merindukanmu...
merindukan segala yang tidak kulakukan bersama pria kecil manapun kecuali kamu
Benar-benar menyadari betapa aku merindukan sosokmu...
dan aku membenci ini! Damn!
Sangat membencinya hingga aku tidak bisa berhenti memikirkannya, kamu...


Starring at you back
You've been grown up
Room 4, 21st March 2012


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Tuhan Kami

0 comments
Aku sedang menekan tombol tombol keyboard, menyusunnya menjadi kata kata yang menjelma menjadi kalimat ketika dia, si wanita berambut panjang, menyampaikan sebuah pemilihan hidupnya. Sejenak hening. Tombol tombol itu kini diam. Aku masih berusaha mencerna segala kalimat yg terlontar darinya. Perasaanku...kosong. Aku tidak menemukan kata untuk mencegahnya, menahannya, atau bahkan melepaskannya. Aku hanya merasa...tidak merasa apa apa. Yang aku tau, dia saudara bagiku.

Apakah aku bersalah Tuhan?

Kini cara kami mengejaMu telah berbeda. Kami tak lagi mendongak pada nama yang sama. Tidak lagi memohon padaMu dengan cara yang sama.

Apa aku berdosa Tuhan?
Karna tidak menahannya utk bersama sama merasakan kasihMu, dengan sebutan Tuhan yang sama.

Lalu pria itu menghampiriku. Pria tinggi itu berkata dia akan bertemu Tuhannya sore nanti. Menyanyikan pujian pujian untukNya. Kami pun punya jalan menuju tempat pemujaan yang berbeda. Hanya saja, pria tinggi ini telah berkodrat dengan Tuhannya sejak dia lahir, sedangkan wanita berambut panjang itu, entahlah... Aku masih belum bisa mendefinisikan pemilihan Tuhan baginya untukku.

Aku kerap bertanya pada pria tinggi itu tentang jalan Tuhan baginya. Lalu aku mendapati pribadi yang penuh kasih pada pria itu yang aku yakini adalah ajaran Tuhannya. Tuhanku, Kau mengajariku juga kan? Kasih pria itu juga mengingatkanku pada penghargaannya juga sikap tolerir yang selalu dia beri padaku saat aku bereforia memuja Tuhan. Pria tinggi yang kukenal sejak kami masih belum berlabel dewasa ini, selalu bersamaku walau Tuhan kami adalah dua pribadi mengagumkan yang berbeda nama. Kau mengajariku juga kan Tuhan? Tentang penghargaan yg sama terhadap pemuja Tuhan yang tak sama.

Wanita berambut panjang itu pernah berkata padaku, “Apakah aku bersalah? Aku tidak menyembah berhala.. aku punya Tuhan...”

Aku lupa apa jawabku kala itu. Yang aku yakini, tidak akan ada sesuatu apapun yang bisa mengubah label hubungan kami.

Apa aku bersalah Tuhan?

Pemilihannya tentang untuk siapa pujian pujian itu ditujukan, mungkin menjadi satu satunya hal yg tidak berbanding lurus dengan nalar otakku. Kadang naluri penyangkalanku seakan ingin bangkit dari tidurnya. Begitu ingin menjamah ujung lidahku untuk mengilah setiap kalimatnya. Sampai dia berkata, “Hanya kamu yang mau menerimaku seperti ini, jika bukan kamu, mungkin orang lain tidak akan ingin mengenalku lagi..”

Tuhan...berdosakah aku?

Lalu aku teringat pria tinggi yang selalu membangunkanku untuk memasukkan beberapa suap nasi kedalam lambungku sebelum aku menahan lapar sepanjang hari. Aku teringat pria tinggi yang kukenal sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, yang selalu menyunggingkan senyum didepan pintu rumahku ketika beras pulen dimasak berbentuk persegi tersuguhkan hangat di meja makanku.

Aku tidak ingin terkotak kotakkan dalam fanatisme Tuhan dan membelokkan keyakinan atas Tuhan untuk menghidupi duniaku. Seperti aku dan pria tinggi itu, atau aku dan wanita berambut panjang disana. Tuhan kami akan tetap memberi barcode pada label hubungan kami, barcode Tuhan yang hanya Dia yang Maha Tahu yang mengerti makna dibalik garis garis hitam tebal tipis pada barcodeNya.

Tuhan, bukankah Engkau mash akan mendengarkan setiap doaku untuk mereka? Ya kan?
Bukankah kami menyembahMu?
Kami memang tidak lagi mengejaMu dengan cara yang sama. Tapi tak apa kan Tuhan? Jalan kami berbeda sekarang, tapi aku tahu, Kau mencintai kami...dengan caraMu...

Dan Tuhan, biarkan penyangkalanku tertidur selamanya....


Diantara huruf ketiga dan kedua belas
C dan L
Memaknai pilihanmu
2.08.2011

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Antonim Cinta

0 comments
Aku mendapati sebuah pertanyaan, "Apakah lawan kata dari MENCINTAI?"
kata pertama yang menjadi opsi terpilih untuk jawaban pertanyaan diatas dari kebanyakan orang adalah "MEMBENCI". Ya, apalagi kalau bukan kata membenci, ya kan? Itu menurut sebagian orang.

Disaat kita mencintai seseorang, kita akan mengerahkan seluruh upaya, menyita lebih dari tigaperempat kapasitas perasaan kita untuk dia yang tercinta. Memenuhi setiap lekuk otak kita dengan namanya. Meniadakan rasa tidak suka, mengacuhkan segala penolakan, menutup mata pada segal perbedaan, dan menjadikan putih bagi segala yang hitam. Dan sosok tercinta itu akan selalu berestafet dari satu sudut pikiran kita ke sudut yang lain pada raga juga jiwa yang sama.

Memilih opsi kata Membenci, apakah sudah dianggap paling ber-antonim dengan kata mencintai? Bagi saya, tidak.

Mengeluarkan tenaga untuk membenci seseorang sama saja dengan mengeluarkan tenaga untuk memikirkannya. masih saja menyebut namanya dalam setiap umpatan. masih mengingat setiap detail kejaian penuh lara yang menjejak menjadi memori pahit. Saat kita masih mencintai dan membenci, kita masih meluangkan waktu untuk memikirkannya, dia yang kita cinta dan dia yang kita benci. masih mengingat kejadian indah juga penuh amarah bersama dia yang tercinta juga dia yang terbenci. Kita masih..mengingatnya! jadi, benci bukan lagi antonim cinta. 

Lalu, sudahkan terpikir apa yang menjadi antonim cinta? Saya sudah.

Adalah MENGABAIKAN yang menjadi antonimnya. 

Saat kita mengabaikan, kita sudah tidak lagi memikirkannya. Tidak lagi mengingatnya. Tidak sedang membenci, tapi sudah tidak lagi mencintai. kita mengabaikan segala bentuk perhatiannya. Mengabaikan teleponnya, mengabaikan pesan singkatnya, terlebih kita mengabaikan keberadaannya. Dia ada, tapi bukan lagi menjadi sosok yang mengalihkan pandangan kita. Bukan lagi yang menjadi top priority dalam visi misi kita. Pengabaian bukan sama dengan membenci yang masih pada fase memikirkan segala amarah, keberadaan, kenangan-kenangan suram tentang seseorang. Pengabaian lebih dari itu.Saat kita tidak lagi mencintainya, tapi bukan disebut membencinya. Dan inilah antonim cinta, Mengabaikan.


Bermain ponsel
Sebuah Percakapan

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Marie Claire

0 comments
Anggap saja aku punya “Bunda”. Sesosok wanita bertubuh tinggi besar, yang mengelola sebuah Bakery yang Ruko-nya dipenuhi wangi khas roti baru matang, campuran antara wangi susu, kayu manis, tepung dan entah apa lagi. Dia Bundaku. Orang asing yang beberapa tahun belakangan menjadi karib dari Mama. Mamaku. Dan tiba-tiba singkatnya, aku memanggilnya Bunda. Memang Bunda bukan sosok yang sangat sangat dekat denganku. Bukan wanita yang akan aku cari jika aku dalam kesulitan, bukan orang yang aku tulis namanya dalam Keterangan Orang Tua. Tapi aku selalu memanggilnya Bunda.

Aku pernah membantu Bunda, bekerja sebagai Administrasi dalam sebuah Forum untuk Alumni peserta Leadership Training. Tidak lama memang, karna aku disibukkan dengan kuliahku saat itu. Kami juga pernah ke kota tetangga bersama, menghadiri suatu event dan Bunda memegang kendali mobil selama lebih dari 3 jam perjalanan. Dan ada juga beberapa kagiatan bersama kami yang mungkin aku lupa semua, hehe. Meskipun begitu, aku terbilang jarang berkomunikasi dengan Bunda (sekarang Bunda berdomisili di Tarakan, tapi Bakery di kota ini masih tetap ada). Kalaupun ada kalanya  Bunda kemari, aku tidak selalu sempat menemuinya. Dengan Ayah (suami Bunda) malah lebih jarang lagi. Tapi mereka tetap berhubungan dekat dengan Mama.

Kira-kira sebulan kebelakang, Ayah dan Bunda datang kemari, mengurus sebuah Training disini, dan aku diminta untuk menjadi penerima tamu. Aku yang dengan kebanggaanku saat itu memberi tahu mereka tentang kelulusanku di bulan sebelumnya, dan mereka ikut senang, berharap aku segera mendapat pekerjaan. Terhitung hanya beberapa jam saja pertemuanku dengan mereka, aku bahkan tidak sempat mengobrol dengan Ayah, lalu mereka kembali ke Tarakan setelah sebelumnya mampir ke Jakarta.

Selang (kira-kira) satu bulan, Bunda mengirim pesan singkat pada Mama, katanya ada paket yang harus mama buka yang berkaitan dengan keperluan seragam panitia Training. Tambahan lagi, ada kiriman untukku juga. Hah? Untukku? Tidak pernah sedikitpun mampir dibenakku mendapat kiriman yang entah apa isinya dari Bunda. Yah, in some cases Bunda memang beberapa kali memberiku (dan Mama) barang, tapi tidak yang di khususkan dikirim jauh2 dari Tarakan! Biasanya hanya sebatas oleh-oleh kok. Akhirnya pagi kemarin aku ke Bakery Bunda, bersama Mama tentu saja. Lalu ketika aku tau ada dus besar disana, aku yakin itu paket yang dimaksud Bunda. Mama sih memang didaulat untuk membukanya beserta surat yang juga harus dibaca.

Kaget, didalam dus sebesar itu, ternyata kiriman buat Mama hanya ada didalam Plastik kecil. Dan plastik lainnya hanya berisi sebelas bros yang akan Bunda jual. Dan yang paling banyak mengamcil space didalam sana adalah sebuah paper bag hitam dengan motif putih tipis meliuk-liuk dan sebuah tulisan “Marie Claire”. Wow, ini baru sureprise! Aku melongo. Mama apalagi. Nggak salah, nih? Ditempelkan sebuah amplop diluar pojok paper bag tebal itu, isinya hanya berbunyi,

Buat L
Congratulation
Dari Ayah-Bunda

Hanya itu. Tidak ada keterangan lain apapun. Hanya congratulation. Aku tebak saja sendiri, mungkin ini kado untuk kelulusanku. Tapi...kado? Untukku? Untuk kelulusanku? Dan dari orang yang tidak bisa dibilang sangat dekat denganku. Saat itu juga, aku memikirkan beberapa hal;

  1. Hey, ini tas Marie Claire, bukan KW, asli! Yang aku tau outlet resminya hanya ada di Jakarta, Surabaya, Medan dan Makasar. Selama aku masih nggak duit banyak buat foya-foya, aku nggak akan beli ini tas. Warnanya putih gading. Besar. Dan ternyata ada 2 pieces. Kalo bukan Bunda, aku rasa orang lain nggak akan memberi kado semacam ini. Not even my mother, hehe. Dan untuk orang yang tidak terbilang dekat denganku, ini benar-benar kejutan. But, one thing i shoul realize, she remembers me. Bunda mengingatku, menyempatkan diri membelikanku kado. Ingat bahwa aku baru lulus. ingat bahwa aku tipe yang feminim dan suka barang-barang sejenis ini. Apapun itu, dia mengingatku. Meskipun aku bisa dibilang bukan siapa-siapanya, hanya anak dari seorang sahabatnya. Tapi Bunda tetap mengingatku, mengirimkan tas ini dari jauh. Betapa aku sangat sangat sangat menghargai itu. Tas ini memang branded dan mahal pastinya. Tapi pointnya, Bunda menyayangiku, kalaupun bukan Marie Claire, aku tetap akan merasa senaaaaang sekali mendapat kiriman kado kelulusan. Rasanya aku ingin menangis saking terharunya. Benar-benar ingin menangis.
  2. Taukah alasan mengapa Bunda mengingatku? Karna Mama. Mama selalu membantu Bunda ini-itu. Mengurus beberapa keperluan yang tidak bisa dilakukan Bunda dari Jakarta, Tarakan atau Jogja sana. Dan yang diingat Bunda sebenarnya adalah Mama. Baru kemudian aku. jadi pelajarannya adalah, apapun yang kita lakukan, apapun itu, pasti menuai Karma. Entah itu Karma baik atau Karma buruk. Dan kali ini, aku mendapat Karma baik dari Mama. Mama yang berlaku baik, akan mendapat balasan baik pula, tidak harus pada diri Mama sendiri, tapi bisa pada keluarganya, anak-anaknya, pekerjaannya, perjalanannya, atau apa saja. Dan aku sangat bangga dengan Mama. Bunda bukan satu-satunya orang yang berlaku baik pada Mama, tapi banyak orang lain lagi yang selalu membalas kebaikan Mama, atau sekedar mempermudah urusan mama, Dokter-dokter kenalan Mama, Pegawai-pegawai Bank, Pedangang-pedagang, Catering dan beberapa yang lain. Ini yang aku pelajari dari Mama, siapapun itu, aku selalu berusaha berlaku baik. Dalam beberapa hal, orang-orang bilang aku mirip Mama, senyum, supel, ramah, rame, dan nggak kenal capek.Meskipun aku kadang bisa jadi jauh lebih judes dan terkesan jahat. Tapi karma baik Mama yang ingin aku tiru.

Anyway, tas Marie Claire ini mengajariku sesuatu. Tentang kebaikan. Tentang sesuatu yang akan terus kupelajari untuk kulakukan. Aku sudah menelfon Bunda untuk mengucapkan terimakasih, Bunda bilang, “Semoga kamu suka...”  tapi bagiku, aku tidak sekedar “suka” pada Marie Claire ini, tapi lebih dari itu aku sangat berterimakasih karna telah mengingatku, dan telah memberikan Mama sebuah Karma baik. I love you, Bunda Amari.

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO