Tentang Patah Hati dan Sebuah Permintaan

Kepadamu yang membaca ini,

Sesungguhnya, aku tidak tahu apa yang menggerakkan jariku untuk menulis ini untukmu. Hanya saja, aku tiba-tiba mengingat sebuah hal: tentang patah hati. Mungkin karena aku banyak mendengar cerita patah hati belakangan ini.

Seorang teman mengatakan kepadaku, patah hati memberitahunya untuk membenci orang yang sempat menemaninya selama berbulan-bulan—memasak, menonton film-film murahan yang dramatis, dan joging di pagi hari. Beberapa teman lain bilang, patah hati memberikan kelegaan yang menyenangkan. Bahwa ternyata ada orang-orang yang lebih baik menjadi teman, dan saling melempar ejekan kemudian tertawa bersama dibanding menjadi pasangan yang saling bersikap manis tetapi menyembunyikan banyak kegelisahan. Patah hati juga menyisakan kehilangan yang menyakitkan bagi sebagian orang—yang aku percaya, kehilangan adalah cara terbaik untuk menemukan. Dan, yang paling menyedihkan adalah ketika aku mendengar cerita tentang kemarahan, penyesalan, sampai rasa tidak diinginkan. Kurasa patah hati meninggalkan lebih banyak rasa dibanding jatuh cinta.

Ketika aku patah hati, aku merasa semesta seakan mengejekku. Hal-hal yang biasa kulakukan jadi terasa menyakitkan. Seperti saat aku berbelanja sabun cuci di pasar swalayan, aku jadi teringat orang yang membuatku patah hati. Padahal, kalau kau mau tahu, aku memang terbiasa berbelanja sendirian. Tapi, patah hati membuatku seakan menjadi orang paling kesepian di dunia yang menangis di tengah lorong swalayan yang berbau detergen.

Lalu aku mulai memikirkan tentang jatuh cinta.

Saat patah hati, ingatkah kau bahwa rasa sakit yang kau alami sekarang berawal dari jatuh cinta? Aku sedang mengingatnya. Dan, aku ingin mengingatkanmu tentang hal-hal ini: bahwa segala yang ingin kau lupakan sekarang, berawal dari sesuatu yang sangat tidak ingin kau tinggalkan. 

Ingatkah kau pada perasaan berdebar, merasa salah tingkah saat melihatnya bahkan dari jauh, rindu ketika pesan singkatnya tidak muncul di ponselmu, takut bahwa rambutmu berantakan dan bau sehingga membuat dia tidak suka. Perasaan-perasaan yang memunculkan pertanyaan di kepalamu: Apa Ini Cinta? 

Bagaimana dengan kencan pertama kalian? Kau berusaha membuat segalanya sempurna, bukan? Ingatkah kau pada hari ulang tahunnya? Betapa kau sibuk memikirkan kado terbaik apa yang bisa kauberikan untuk salah satu orang terbaik dalam hidupmu? Ingatkah bahwa kau dan pasanganmu pernah menghabiskan malam dengan berdebat tentang siapa yang seharusnya menutup telepon terlebih dulu—dan berakhir dengan telepon yang dibiarkan menyala sedangkan kalian berdua jatuh tertidur? Masihkah kau ingat bahwa ada berlembar-lembar puisi yang sempat kau tulis untuknya dan tentangnya? Masihkah kau ingat semua hal yang selalu ingin kau lewatkan bersamanya? Hal yang mungkin ingin kau lupakan sekarang. Aku mengingat segala hal baik tentang masa laluku. Bahwa aku tidak akan menjadi orang yang sama setelah aku mengizinkan dia masuk ke dalam hidupku adalah sesuatu yang kusadari dan belum ingin kulupakan.

Hei, kurasa kini aku tahu mengapa aku membiarkan jariku mengetik dan menulis untukmu. Bahwa setelah ingatan-ingatan yang kubagi denganmu barusan, aku ingin kau membagi milikmu denganku.

Kau mungkin adalah orang yang sangat mengenalku. Kau mungkin orang yang tahu bahwa aku adalah orang yang tidak bisa berhenti bicara—seorang teman malah mengatakan bahwa tone-ku tinggi, entah apa maksudnya. Kau mungkin seseorang yang akan memesankan segelas es teh tawar dengan banyak potongan es batu untukku ketika makan siang. Kau mungkin adalah pembaca blog yang selalu meninggalkan komentar dan mengatakan bahwa tulisan di sarang kupu-kupu ini manis.

Atau mungkin, kau adalah orang yang tidak mengenalku. Dan, kau mungkin membaca ini karena seorang temanmu membagikan tautan pada status media sosialnya. Entahlah. Tapi, sungguh, siapa pun kau, aku ingin kita bisa berbagi cerita.

Aku mungkin hanya mengingatkan sedikit hal tentang jatuh cinta dan patah hati padamu. Tapi, semakin banyak aku mengetik kata-kata, semakin aku mengerti mengapa aku memilih untuk berbagi denganmu lewat tulisan. Karena aku jatuh cinta kepada tulisan. Aku jatuh cinta kepada kata-kata. Aku jatuh cinta dan aku menulis. Aku sempat merasa senang sekali ketika menyelesaikan sebuah cerita pendek yang kutulis semalaman tanpa tidur. Aku pernah begitu jatuh cinta hingga jari-jariku sakit karena tidak bisa berhenti menulis; tentang jatuh cinta dan rindu, tentang harapan dan kehilangan, tentang teman-teman, tentang masa kecil dan mainan-mainan usang. Aku merasa bahwa menulis adalah sesuatu yang tidak ingin berhenti kulakukan.

Tapi, aku sedang patah hati sekarang—ya, kurasa begitu. Aku merasa sedang tidak bisa menulis—mungkin kau bisa menyebutnya: tidak ingin  menulis. Tapi, jika kau berpikir aku sudah tidak lagi jatuh cinta, maka kau salah. Sungguh, aku masih ingin terus menekan tombol-tombol di papan ketik dan membuat sebuah cerita. Aku hanya tidak dapat mengingat mengapa aku harus tetap jatuh cinta bahkan saat aku sedang patah hati dan enggan menulis. Yang aku ingat hanyalah aku menyukai menulis karena membaca.

Jadi, kepadamu yang membaca ini, siapa pun kau,

Sepertinya aku perlu meminta bantuanmu. Bisakah kau membantu mengingatkanku bahwa menulis bukanlah sesuatu yang seharusnya membuatku patah hati? Kuharap kau adalah orang yang bisa mengingatkanku alasan-alasan—yang mungkin sempat kubagi denganmu, entah kapan—agar aku kembali dan tetap menulis. Kupikir kau, yang sedang membaca ini, bisa mengingatkanku agar jatuh cinta sekali lagi kepada kegiatan menulis. 

Aku percaya, kau sampai di sini karena kau adalah orang yang juga mencintai tulisan. Kau cinta menulis. Maka, bolehkah aku meminta sebuah tulisan kepadamu? Aku suka membaca puisi, cerita pendek, dan surat. Kurasa kau bisa membuatkan satu untukku dan mem-postingnya di blog pribadimu.

Aku mungkin tidak bisa memberi banyak. Tapi, untukmu yang menyempatkan diri untuk membantuku jatuh cinta dan menulis lagi, aku bisa membagi beberapa paket buku tentang jatuh cinta dan patah hati. Kuharap kau bersedia. Oh, ya, apakah satu pekan cukup untukmu? Kupikir tidak butuh waktu lama bagi orang yang membaca ini menuliskan sesuatu yang membuatku kembali bersemangat dan melupakan patah hatiku.

Kepadamu yang kuharap mau berbagi denganku,

Aku sungguh berharap, pekan depan, aku sudah menyelesaikan membaca pesan-pesan yang kau tulis di blog pribadimu. Kau bisa mengirimkan tautan blogmu ke akun Twitter-ku. Kuharap, pekan depan, sampai tanggal 23 Agustus—dan setelah membaca tulisanmu—aku sudah bersiap untuk jatuh cinta dan menulis lagi. Dan, semoga itu karena kau.

Jadi, sampai jumpa pekan depan.


Salam hangat,

Riesna

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

10 Response to "Tentang Patah Hati dan Sebuah Permintaan"

  1. Anonymous Says:

    Hai,

    Jika kamu bertanya apakah saya juga sedang patah hati. Maka mungkin jawabannya iya.

    Biarpun keadaannya saya sedang bersama tapi seringkali terasa sendiri. Hati ini patah karena dia yang disayang terasa jauh biarpun sedang di sebelah.

    Jadi, mana yang kamu pilih?
    Sendiri tapi merasa cukup atau bersama tapi terasa sepi? :')

    Tapi yang perlu diingat. Hidup itu baik. Setelah perpisahan, dia akan menghadiahkan pertemuan. Entah dengan orang yang baru atau dengan orang dari masa lalu. Yang ditakdirkan untuk kembali mengisi hari.

    Kadang begitu. Kadang juga tidak.

    Life is sure funny! :)

  2. ROKI J. Says:

    aku lupa sedari tadi membaca bukan mendengar.
    hingga akhir kata tampa suara, lagi. selain 'salam hangat, Riesna' ..^^
    thanks untuk kalimat ajaibnya! 'kehilangan adalah cara terbaik untuk menemukan"
    semoga senyum pada akhir pekan, nanti lebih berarti .^^

  3. Evi Sri Rezeki Says:

    Menulis memang sering membuat patah hati, dan patah hati sering kali menjadi pendorong untuk menulis. Begitulah ^^V

  4. ROKI J. Says:

    sepertinya, ^ 'membaca' dan 'menulis' ^ sudah menjalin kasih! dari dulu sekali.
    lihat saja, bagaimana mereka saling menghidupkan ..^^

  5. Benjamin Ardy Says:

    This comment has been removed by the author.
  6. Benjamin Ardy Says:

    Patah Hati,
    Membuat kita Hati Hati agar nantinya tidak kembali Patah.

    Patah Hati.
    Nantinya akan datang seseorang, yang ber Hati Hati menyambung Hati yang dulunya pernah Patah.

    *kemudian pingsan*

    good writings, Ries! :)

  7. Unknown Says:

    Anonymous : Iya, hidup itu baik. Dan semoga selalu membawa kebaikan untukmu. :)

    Bang Jeck : Hehehe begitulah kira-kira

    Evi : Harusnya aku bisa kayak Evi, ya. hehe :p

    Benjamin : Hey, terimakasih sudah datang lagi! Jangan pingsan, nanti hatinya ikut pingsan dan susah bangun. :))

  8. ROKI J. Says:

    kira-kira, kira-kira sahaja hehehe
    aku dapat buku ngak yaa dari mbak #Riesna, apa lagi dengan tanda tangannya, penting ituh.:) tapi yang paling penting,
    mbak #Riesna jatuh cinta lagi, se-jatuh-jatuh-nya 'tuk menulis lagi. ^^
    biar yang hobi membaca makin banyak ! Aminn

  9. inggridkoe Says:

    Halo Mbak Riesna, salam menulis,

    Saya baru aja baca2 tulisan di blognya Mbak.
    Suka sekali sama tulisan yang jujur dan apa adanya.

    Terus semangat menulis. Kalau namanya cinta akan selalu menyambungkan yang patah :) Jadi, mari menikmati patah hati dan selamat jatuh cinta lagi.

  10. Unknown Says:

    @ Inggridkoe : Hai, terimakasih sudah suka tulisan saya. Selamat jatuh cinta juga! :)

Post a Comment