Untuk "Strawberry"... it's finally your story! :)


Aku tau setiap manusia terlahir dengan garis kodratnya masing-masing. Aku, kamu, dia, dan siapapun yg berdiam di bumi ini tidak pernah meminta untuk jadi apa atau bagaimana saat terlahir. Memilih lahir dari rahim siapa pun tidak bisa. Sungguh, ketidakbisaan ini yang pada akhirnya menjadi pencetus seongok perbedaan. Ya, hanya seongok yang bagi sebagian besar orang ini bukan sekedar pembeda, ini...tembok penghalang.

Sepertiku, seperti pria diujung telepon sana. Kami terlahir dengan pemilihan jenis yang berbeda. Dia cukup menjadi penanggung jawab hidup seorang wanita beserta keturunannya, lengkap dengan kekuatan maskulin dan kewajiban menafkahi jiwa-jiwa yang mengabdi pada hidupnya. Sedangkan aku, Tuhan menyiapkanku untuk meneruskan DNA seorang pria yang kelak berlabel “suami”ku, menghidupi tiap generasinya dg jiwaku. Dan sebuah ketidaksengajaan mempertemukan kami diikuti dengan onggokan pembedanya, menautkan segala perasaan mengganggu yang kemudian kusebut cinta.

Tidak butuh berlama-lama bermain waktu untuk mencintai pria macam dia. Singkat saja. Dan tiba-tiba, Booom...!! Rindu yang tertuju untuknya meledak. Keinginanku untuk memonopoli tiap detik milikknya juga tak kalah mengeluarkan dentuman dahsyat. Benar-benar, It’s called Love. Sesuatu yang tidak pernah aku andaikan bersamanya.

Entah kejujuran atau kebalikannya, dia bersaksi dihadapanku, dia mencintaiku. Ah...tak perlu lagi ku papar betapa aku juga teramat jatuh cinta pada sosoknya. Pada beragam kebaikannya, kesabarannya, ketulusannya juga entah apa lagi yang Tuhan titipkan untuknya untuk menjadi sosok yang aku cintai. Aku merasa kami sama. Sama-sama mencinta. Meskipun aku tau, kesamaan kami tidak mampu mengalahkan segala pembeda yang telah menempel lebih lekat dari sekadar ari-ari kami sejak dalam kandungan. Kami berbeda, bahkan sejak sebelum dilahirkan.

Belakangan aku merasa keinginan untuk memonopolinya adalah sesuatu yang telah menjadikanku seorang pengikut dari paham egoisme. Kami tidak dilahirkan berbeda untuk menjadi sama. Kesamaan kami hanya berbatas pada cinta yang memborgol kami, tanpa kunci untuk membuka borgolnya. Locked. Selebihnya, kami berbeda. Kami bahkan tidak bisa mengeja nama Tuhan bersama-sama.  Bulan dan tahun kami pun punya nama yang berbeda. Tidak akan pernah berhasil baginya untuk membawaku berada di jalannya, begitu pula aku yang mungkin hingga bumi tidak lagi berotasipun tidak akan membuatnya bergeming dari jalan yang disiapkan Tuhan miliknya. Benar-benar aku telah menjadi pengikut paham egoisme tingkat akut karna sempat berkeinginan memonopolinya. Kami.., berbeda.

Hanya beberapa menit yang lalu, secara klasik dia menanyakan keberadaan juga keadaanku setelah berhari hari menutup akses, menutup mata atas kecanggihan teknologi komunikasi. Antara senang, lega, dan...sedikit menyesakkan. Sesak karna aku yang menghentikan secara tiba-tiba perputaran cinta kami. Jangan bayangkan kata “tiba-tiba” terkonotasi dengan “sepihak”, aku yakin dia punya pemikiran sepaham tentang penghentian putaran cinta ini. Hanya saja, mungkin memang harus ada yg mendahului penghentian ini. Tapi...mengapa harus aku? Mengapa bukan dia? Apakah memang harus aku? Dan...mengapa opsi terbaik bagi hubungan kami harus mendaratkan keputusannya di tanganku? Aku benci menjadi seperti ini. Benci menyampaikan pemilihan ini padanya. Benci harus merasakan sesak ini lebih dulu daripadanya.

Aku memang membulatkan niat untuk menhaturkan pemilihan ini. Ini yang terbaik yang akan terjadi. Hasilnya? Jangan tanya. Kecanggihan teknologi macam apapun tidak sanggup menembus eksistensinya. No messages, no call, just...nothing. Aku pikir kami akan menghadapinya dengan (jauh) berbesar hati?

Dan beberapa menit yang lalu, aku mendapati pesan singkat itu (lagi). Sekeras mungkin aku berusaha mewajarkan jawabanku. Be normal! Tapi interaksi hati ini seakan tidak kunjung mendapat ujungnya. Terus bergulir. Beberapa menit berikutnya aku mendapati deretan huruf darinya yang seakan bicara padaku, “Aku pun terluka...”

Disini semakin sesak.

Apa sakit ini adalah perkara yang aku ciptakan? Yang aku munculkan perihnya? Apa kami masih punya kesamaan? Rasa sakit yang sama mungkin. Hhh...rasa sakit itu mungkin serupa, tapi tetap saja tidak merobohkan pembeda diantara kami. Tidak akan pernah.

Entah apa yang menuntun kami untuk kembali bertemu. Aku rasa arus cinta kami masih terkoneksikan dengan amat baik, menimbulkan rindu luar biasa hebat dan menjadikan wajib bagi kami untuk setidaknya saling bergenggam tangan. Ada pucat di wajahnya. Entah karna kesakitan yang (aku rasa) kubuat, atau memang kesehatannya semacam mengalami degredasi? Entahlah...aku hanya begitu merasakan tertusuk menyakitkan di ulu hati melihatnya sepucat ini.

“I need you, still...”

Tidak taukah dia betapa aku juga membutuhkannya? Bahwa aku juga nyaris menjadikan dia candu. Semacam rokok yang harus berpasangkan kopi. Aku juga membutuhkannya lebih dari yang bisa dia perkirakan. Dia meraih jemariku, diamnya berkata seribu bahasa yang hanya dimengerti oleh hatiku. Seketika itu pun, aku tau, dia telah melepaskan. Melepaskan perasaan menyiksanya. Melepaskan rasa sakitnya. Melepaskan ketidakrelaannya.

Melepaskanku.

Tuhan memang tidak membaptiskan firman yang sama pada kami. Tidak pula menciptakan persamaan kidung untuk pujianNya. Tapi kasih kami setara langit. Seandainya pembeda ini bisa kami lebur, lalu tempa menjadi ongokan baru, tentu sudah selesai kami lakukan sejak berbulan bulan yang lalu. Tapi soal peleburan itu, Tuhan tidak menguasakannya pada kami. Dan dia, sosok kucinta ini, telah melepaskan hatinya dari pembeda diantara kami.

Dia masih menggenggam tanganku, mengatakan betapa dia juga ingin berucap jutaan maaf. Aku juga. Rasanya tak habis seluruh kata maaf didunia ini kulontarkan. Dan dia tersenyum. Semain erat menggenggam, mengamini segala yang kuputuskan untuk terjadi. Dan aku, aku menginjinkannya melepasku. Juga mengijinkan diriku melepasnya, demi Tuhanku. Tuhan kami.

Gurat pucatnya semakin sirna, terganti oleh senyum dengan lesung pipinya yang selalu menawan. Aku tau kami akan selalu bersama, dengan takaran yang berbeda dari kemarin. Dengan bentuk yang berbeda. Entah dia akan mengetahuinya atau tidak, tapi aku akan tetap membisikkan doaku untukmu. Pada Tuhanku. Dengan Caraku.


Memahami kisahmu (lagi)
28.03.2012

Semoga kali ini kamu memaknainya dengan rasa yang lebih
Kamu sudah semakin pintar menulis kan sekarang :)

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

6 Response to "Untuk "Strawberry"... it's finally your story! :)"

  1. andri K wahab Says:

    tak bisa berkata-kata, dan apapun nanti, kelak Dia lebih paham apa yg terbaik utk pelaku-pelaku di cerita ini.

    *saya rasa karya kamu jauh lebih bagus loh, lain waktu buat cerbung deh na. :-D

  2. Riesna Kurnia Says:

    mas ini bisaan deh... "Dia" itu...tinggal tunggu waktu pasti bakal nongol disini kok..liat aja deh, yakin saya.. itu pun kalo Dia udah ngerti tulisan saya kali ini, kemarin2 dia bilang ini kepanjangan, dan susah dimengerti... -___-"
    hahahaha

    cerbung ya..kek di majalah Bobo tuh.. hehe.. :p

  3. vanda kemala Says:

    "....Tidak taukah dia betapa aku juga membutuhkannya? Bahwa aku juga nyaris menjadikan dia candu. Semacam rokok yang harus berpasangkan kopi. Aku juga membutuhkannya lebih dari yang bisa dia perkirakan...."


    Dear kupu-kupu,
    Kali ini, kamu mengungkapkan lebih manis. Dan yahh, aku nyaris menangis...sekedar sadar bahwa aku masih sayang laki-laki di cerita ini. Terima kasih. Kamu memang secantik kupu-kupu. Terus terbang tinggi ya, dear :)


    -Strawberry-

  4. Riesna Kurnia Says:

    "kali ini, kamu mengungkapkan lebih manis"...??? sekedar info ya....
    ga ada yg saya edit dari post ini, sama sekali... :)
    beberapa waktu yg lalu kamu cuma belum sebegitu ngerti aja ama kalimat saya yg aga "mbulet" hehehehe...

    Somehow semalem keinget dia jg, apa kabar dia? :)

  5. vanda kemala Says:

    Memang ga ada yg km edit tp justru krn km persingkat...itu jd lbh manis dan jd lbh bs memaknai apa cerita dr post ini.

    Dia baik. Msh dlm semangat yg sama, kasih yg sama dan tetap dg pemikiran ttg Tuhan kami yg berbeda.
    dia takkan terganti...tp bukan dlm arti yg pernah km pikir sebelumnya. Dia indah, cukup itu yg aku tau :)

  6. Riesna Kurnia Says:

    ga di edit = ga dipersingkat
    samain aja ama e-mail ku waktu itu...pasti sama deh.. :O

    "ayang"ku, emang indaaahh.... hahahaha :p

Post a Comment