Oasis (?)

Aku nyaris melupakan namanya. Entah karna dia yang dulu kelewat pendiam, atau memang aku yang tak sempat jauh mengenalnya. Beberapa bulan kemarin dia muncul di balik punggung seorang pria sahabatnya, menghampiriku. Seingatku dlu dia tidak sebegini berani mengangkat dagunya, melayangkan tatapan tajam, angkuh. Kata-kata yang terproduksi dari bibir mungilnya selalu singkat, datar, straight to the point. Apa dia selalu jauh dari basa basi seperti ini? Yah...mungkin memang aku yang belum sempat memahaminya. 

Entah apa penyebabnya, keangkuhan dan tuturnya yang tajam kemudian menjadi magnet tersendiri bagiku. Membuatku mengalahkan jalanan gelap didepan sana untuk sekedar menjemputnya, menikmati padang bintang di tepi pantai. Di kota dimana aku lahir ini, dari sekian banyak manusia berjenis kelamin wanita, mengapa hanya dia yang kupilih untuk menemani malamku? Aku juga tidak begitu memahami pilihan ini. Tapi berada di dekatnya, aku merasa nyaman. That's it.

Pernah suatu waktu aku katakan padanya betapa sesungguhnya dia mengagumkan. Juga betapa pria-pria itu akan merasakan kedengkian terhadapku yang lamat-lamat memonopoli waktunya. Dia hanya tertawa. Tawa yang begitu khas, begitu hidup, begitu ingin kumonopoli lagi. 

Ah...andai saja aku belum memiliki gadisku.....

Ada hari dimana aku harus melangkah pergi lagi dari kota ini sebelum akhirnya kembali lagi secara berkala menengok orang tuaku. Tapi kemarin, serasa ada pemberat puluhan ton yang mengikat di kakiku. 

Tangisannya.

Entah apa yang sebelumnya merasuki jari-jariku hingga begitu saja menekan tombol-tombol mencari namanya di phonebook malam itu, dan kemudian mendengar tangisannya setelah beberapa kali nada panggil. Damn! Aku tidak pernah suka mendengar isakan tersayat. Aku rasa pria manapun juga seperti itu. Tapi ini, wanita yang mengangkat tinggi dagunya dengan angkuh, kini menangis. Untukku kah? Atau untuk kesalahannya? Untuk sakit hatinya? Untuk apa? Apa karena sebuah ciuman yang sempat kusinggahkan di bibirnya? Apa? Apa? Aku masih terus mencerna...

Brengsek!
Aku merasa tolol membuatnya menangis. Walau dia tidak mengucap sepatah katapun, kuputuskan saja sendiri, ini karnaku. Pasti. karna minggu-minggu yang kami lewati bersama melebihi takaran yang seharusnya. Karena begitu banyak pengharapan yang kutawarkan, yang kusodorkan dengan manis dihadapannya, yang tidak akan mampu kujadikan nyata. 

Ah...andai saja aku masih tidak memiliki gadisku.....

*** *** *** *** ***

"Nanti aku sms lagi ya, agak malem mungkin...
tunggu aja..
don't call me before I do..okay..."

Fuck!
Sejak kapan aku menjadi sebrengsek ini? Apakah mengenalnya telah menjadikan padaku sosok yang sebejat ini? Entahlah...aku hanya mengikuti naluriku sebagai pria yang menemukan jiwa yang begitu indah dalam penjelmaan seorang wanita. Menikmati dahaga batinku yang kini terlegakan, menemukan oasis pada dirinya. Bukannya aku tidak terpuaskan dengan keberadaan oasis-ku sebelumnya. Tapi...oasis kali ini memiliki sensasi berbeda. Sensasi yang memabukkan, yang membuatku addicted. Sebegitu addicting-nya hingga membuatku tak ingin melepasnya, meskipun itu berarti menyakitinya. Membuatnya menjadi wanita yang kucintai ketika aku sedang tidak bersama oasis lain, jika tidak ingin kusebut simpanan.


"Abisara"
Menemukanmu
Oktober, 2010

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 Response to "Oasis (?)"

Post a Comment